Minggu, 30 Agustus 2009

Mendulang Emas dari SIM CARD dan HP Bekas

http://kucinx-got.co.cc



Oleh: Moch S Hendrowijono

Anda pengguna ponsel yang suka gonta-ganti kartu SIM untuk mencari yang murah lalu begitu pulsa habis membuang kartu tersebut? Coba pikir-pikir lagi. Di dalam kartu itu ternyata ada emasnya! Ponsel bekas yang karena tua dan tidak laku dijual lalu acap dibuang begitu saja pun mengandung emas, tembaga dan perak.

Percaya tidak, sebuah perusahaan di Singapura dan Jepang sudah mulai menjadi anggota Lasykar Mandiri (julukan keren untuk pemulung), khusus ponsel tua dan kartu SIM yang dibuang orang. Proses para pemulung ponsel dan kartu SIM bekas ini sama saja dengan juragan pemulung biasa: menyerahkan hasil kumpulannya ke pengolah atau mengolahnya sendiri untuk memisahkan komponen-komponen yang ada dalam kartu SIM atau ponsel. Dari jutaan kartu dan ribuan ponsel yang dikumpulkan, mereka bisa mendulang kiloan emas murni dan puluhan bahkan ratusan kilo tembaga, perak, timah dan beberapa macam lagi.

Dari mana emas atau logam-logam itu datang? Dalam sirkit di ponsel atau chip di kartu SIM (GSM) atau RUIM (CDMA), memang ada emasnya. Emas digunakan karena terbukti mampu menyalurkan arus elektronik lebih baik dibandingkan tembaga. Produsen ponsel atau kartu SIM/RUIM tidak pernah mengurangi atau meniadakan kandungan logam mulia itu, walaupun dalam setiap unit jumlahnya mungkin cuma seperseribu gram.



Nah, jika berhasil mengumpulkan satu juta kartu SIM bekas, kita bisa berharap mendapatkan 1.000 gram atau satu kilogram emas murni. Dan jika kita bisa mengurai ponsel bekas, akan lebih banyak lagi emas, perak dan tembaga yang bisa kita peroleh.

Yokohama Metal Co Ltd, sebuah perusahaan pemulung mendapati kenyataan bahwa ponsel dan kartu SIM merupakan tambang emas yang benar-benar hebat. Jika dari satu ton material yang diambil di tambang emas konvensional hanya didapat sekitar 5 gram emas, dari satu ton ponsel bekas yang dilebur bisa didapat 30 kali lipat, alias 150 gram emas.

Bisa Rp 45 Juta Sebulan

Lasykar Mandiri emas dari Singapura, dan juga Jepang, akan masuk Indonesia dan menawarkan pembelian kartu SIM bekas dengan harga sekitar Rp 100, atau Rp 1000 per ponsel. Mereka akan membangun pabrik untuk melebur alat komunikasi tadi, menjaring emas, tembaga dan perak yang ada.

Mari kita hitung peluang mendulang emas dari kartu SIM dari beberapa operator telekomunikasi yang ada di tanah air. Kita mulai dengan Telkomsel. Tahun ini pelanggannya sudah 52 juta. Dengan pertumbuhan pelanggan yang rata-rata 30% setahun, Telkomsel membutuhkan 200%, bahkan 300% kartu SIM dari jumlah pelanggan aktualnya.

Menurut seorang petinggi Telkomsel, persaingan bisnis yang ketat membuat tingkat churn – banyaknya pelanggan yang pindah operator – sangat tinggi. Untuk mendapat pertumbuhan pelanggan 1,5 juta sebulan seperti saat ini, Telkomsel harus menjual 12 juta kartu perdana (starter pack – SP).

Ini berarti, dari Telkomsel saja ada 10,5 juta kartu SIM yang dibuang begitu pulsanya habis. Belum lagi dari PT Indosat, Excelcomindo (XL), dan delapan operator komunikasi nirkabel lain.

Total satu bulan bisa terkumpul sampai 25 juta “kartu mati”. Kalau per kartu beratnya 2 gram, maka jumlah totalnya sekitar 50 ton. Jika semua itu berhasil dikumpulkan dan diambil logamnya, akan didapat sekitar 25 kilogram emas sebulan, dan sekitar 100 kg tembaga.

Dengan melumatkan 10.000 ponsel bekas atau seberat satu ton (diasumsikan rata-rata per ponsel beratnya 100 gram), berarti akan didapat 150 gram emas, 100 kg tembaga dan 3 kg perak. Ini di luar plastik, atau timahnya yang juga didapat.

Logam-logam tadi bisa dijual dalam bentuk ingot (logam bahan baku) yang harganya sudah cukup lumayan, karena berkadar 99,99% atau kalau emas 24 karat. Kalau mengikuti harga emas dunia yang Rp 300.000 per gram, setiap bulan dari kartu SIM dan RUIM bekas saja bisa didulang harta sedikitnya Rp 7,5 miliar. Padahal modalnya hanya 25 juta kali Rp 100, alias Rp 2,5 miliar.

Angka pendapatan ini akan bertambah dengan penjualan tembaga yang bisa mencapai Rp 1 miliar, juga dari karton yang dilebur jadi bubur kertas. Sepuluh ribu ponsel bekas yang dibeli sekitar Rp 10 juta akan menghasilkan emas senilai Rp 45 juta, dan tembaga senilai Rp 1 miliar. Ini di luar penjualan perak dan timah.

Namun di negeri kita, tak banyak ponsel yang dibuang. Pertumbuhan pelanggan seluler atau nirkabel masih tetap sebanding dengan jumlah masuknya ponsel baru. Pasar ponsel bekas pun lebih ramai dibanding pasar ponsel baru, karena banyak anggota masyarakat dari lapisan tertentu cenderung gonti-ganti ponsel, menukar-tambah ponsel yang baru 3 bulan dimilikinya dengan yang lebih baru.

(sumber: Sinyal)

related topic :
Yuk, Menghitung Emas di Ponsel Bekas

Semua barang elektronik, seperti TV, radio, tape atau komputer, selalu mengandung emas. Namun dibandingkan semua perangkat tersebut, daur ulang ponsel lebih diminati. Pasalnya jumlah emas yang dikandung lebih besar. Belum lagi ukuran fisiknya lebih kecil sehingga proses pengumpulannya lebih praktis.

Di negara-negara maju, peralatan elektronik bekas atau yang rusak memang menjadi persoalan tersendiri. Tukang servis di luar masa garansi sangatlah jarang. Kalaupun ada, ongkosnya sangat mahal, sehingga lebih praktis membeli baru.

Karena itu, barang elektronik rusak di sana nyaris tidak ada harganya. Sementara itu, di Indonesia ponsel bekas yang sudah mati total sekalipun, masih dihargai sekitar Rp 50 ribu, karena ada beberapa komponen yang bisa dikanibal ke ponsel lain yang sedang diservis.

Jumlah ponsel yang digunakan di seluruh dunia memang mencengangkan. Tahun ini saja, penjualan ponsel global akan meningkat 12 persen dibandingkan tahun 2007, menjadi 1,28 miliar unit. Padahal, model-model dan merek baru terus bermunculan, menggoda pemilik ponsel lama untuk berganti dan membuang ponsel lamanya.

Dari miliaran ponsel tersebut, tentu ada jutaan ponsel yang rusak atau dibuang. Jika ada 10 juta saja dari seluruh ponsel tersebut rusak atau dibuang, dengan berat rata-rata 100 gram per ponsel, maka bisa didapat 1000 ton ponsel bekas yang bisa didaur ulang --sebuah angka yang sangat besar.

Di Jepang, dari 128 juta penduduknya, rata-rata orang memakai ponselnya selama 2 tahun 8 bulan. Di Indonesia, meskipun belum ada penelitian resmi, banyak yang mengganti ponselnya setelah sekitar 1 tahun pemakaian. Tak heran, merek dan model baru selalu disambut hangat di pasar. Sepuluh operator GSM/CDMA yang cenderung makin menurunkan tarifnya, mendorong konsumsi ponsel ini lebih cepat lagi. Bahkan mulai banyak pula yang merasa perlu memiliki ponsel lebih dari satu.

Tentu saja dari ponsel yang beredar ini – diperkirakan ada sekitar 60 juta unit ponsel yang beredar di Indonesia saat ini – ada saja yang rusak. Tinggal dihitung nilainya saja jika ada sekitar 10% yang rusak dan didaur ulang.

Lebih Banyak Dibandingkan Tambang Emas

Perusahaan Jepang, Yokohama Metal Co Ltd, pernah melakukan penelitian dan menemukan bahwa satu ton bahan tambang emas setelah diolah, rata-rata hanya menghasilkan 5 gram emas. Padahal, satu ton ponsel bekas bisa menghasilkan 150 gram emas atau lebih. Selain emas, 1 ton ponsel bekas juga bisa menghasilkan 100 kg tembaga, 3 kg perak, dan logam-logam lain.


Pabrik daur ulang ponsel di Jepang, Eco-System Recycling Co, menghasilkan emas batangan antara 199.58 - 299.37 kg per bulan, yang nilainya berkisar US$ 5,9 juta – US$ 8,8 juta. Hasil yang hampir sama dengan sebuah penambangan emas skala kecil, dengan risiko dan modal yang lebih kecil.

Bahan-bahan logam yang telah diekstraksi tersebut umumnya digunakan lagi untuk pembuatan rangkaian elektronik di ponsel atau perangkat elektronik lainnya. Logam dalam jumlah sangat sedikit seperti Indium, merupakan komponen penting dalam pembuatan TV layar datar dan layar komputer. Logam seperti antimony dan bismuth juga dipakai pada banyak perangkat berteknologi tinggi.

Untuk bahan yang didaur ulang, selain dari dalam negeri, beberapa perusahaan Jepang sudah mulai mengimpor PCB (rangkaian elektronik) dari Singapura dan Indonesia. Jepang sendiri mendapat saingan cukup ketat dari perusahaan daur ulang lain dari Cina.

Proses daur ulang ini menjadi begitu menarik karena harga logam di pasaran internasional terus naik. Emas diperdagangkan pada kisaran harga US$ 890 per ounce (1 ounce = 28.35 g), setelah pada bulan Maret menyentuh harga tertinggi sepanjang sejarah yaitu US$ 1,030.80.

Tembaga dan timah juga mencapai harga tertingginya di pasar, sedangkan harga perak bergerak di atas rata-rata. Inilah tambang emas baru yang belum banyak disadari oleh dunia industri kita.

(sumber: Sinyal)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan isikan komentar anda...